Total Tayangan Halaman

Rabu, 11 Januari 2012


MAKALAH PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
PROSES PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
Dosen Pengampu: Terry Irenawati, M.Hum



  logo_uny



Disusun oleh :

1.               Nike Putri L.                     (10413244004)
2.               Ummi N.               (10413244010)
3.               Atika Widayanti    (10413244016)
                                     Prodi Pendidikan Sosiologi / NR 2010 / Kelas B
























FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
T.A. 2010 – 2011

KATA PENGANTAR

            Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Proses Perubahan Sosial Budaya.
            Makalah ini kami buat dalam rangka untuk memenuhi dan melengkapi nilai tugas kami pada mata kuliah Perubahan Sosial Budaya.
            Tak lupa pula Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Terry Irenawati, M.Hum selaku dosen mata kuliah Perubahan Sosial Budaya yang telah membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini.
            Penyusun menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun.
            Semoga makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi para pembaca, khusunya untuk kami pribadi selaku tim penyusun.
                                                                                                                     
                                                                                                Yogyakarta, 22 Februari 2011
                                                                                                           
                                                                                                Tim Penyusun























BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan, baik itu perubahan yang di inginkan maupun perubahan yang tidak di inginkan masyarakat itu sendiri. Perubahan itu ada yang berjalan lambat sekali dan ada pula yang berjalan cepat sekali. Para sosiolog pernah mengklasifikasikan antara masyarakat yang statis dan masyarakat yang dinamis. Masyarakat yang statis adalah masyarakat yang sedikit sekali mengalami perubahan, sedangkan masyarakat yang dinamis adalah masyarakat yang mengalami berbagai perubahan yang cepat. Karena tidak ada suatu masyarakatpun yang berhenti  pada suatu titik tertentu. Perubahan bukanlah berarti suatu kemajuan, namun dapat pula berarti kemunduran. Untuk itu dalam makalah ini kami berusaha mengkaji lebih dalam proses perubahan sosial budaya .

Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari proses perubahan sosial budaya?
2.      Bagaimana penyesuaian masyarakat terhadap perubahan?
3.      Apa itu disorganisasi dan reorganisasi?
4.      Bagaimana solusi terhadap perubahan sosial?

B.     Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari proses perubahan sosial budaya.
2.      Untuk mengetahui  penyesuaian masyarakat terhadap perubahan.
3.      Untuk mengetahui disorganisasi dan reorganisasi.
4.      Untuk mengetahui dampak dan solusi terhadap perubahan sosial.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Proses Perubahan Sosial Budaya
Setiap masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dapat diketahui dengan membandingkan keadaan masyarakat pada masa sekarang dengan keadaan masyarakat pada masa lampau. Laju dalam perubahan tersebut tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, masyarakat kota atau masyarakat yang terbuka akan lebih cepat (dinamis) dalam mengalami perubahan sosial dan budaya, sedangkan masyarakat desa atau pada masyarakat tertutup (terisolasi) cenderung lebih lambat (statis). Dikatakan statis bukan berarti tidak mengalami perubahan sama sekali (stagnan), melainkan perubahan yang terjadi sangat lambat seolah-olah menunjukkan gejala tidak terjadi perubahan.

a.      Pengertian Perubahan Sosial Budaya
Berikut ini beberapa definisi perubahan sosial budaya yang dikemukakan oleh para sarjana sosiologi dan antropologi (dalam Sosiologi Suatu Pengantar, Soerjono Soekanto, 1990), adalah sebagai berikut.
1.      William F. Ogburn, menyatakan bahwa perubahan sosial budaya mencakup unsur-unsur kebudayaan, baik material maupun nonmaterial.
2.      Kingsley Davis, mendefinisikan perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat.
3.      Mac Iver, mengemukakan bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan-perubahan dalam hubungan sosial budaya atau perubahan terhadap keseimbangan sosial budaya tersebut.
4.      John Lewis Gillin dan John Philips Gillin, mengatakan bahwa perubahan sosial budaya adalah suatu variasi dan cara-cara hidup yang diterima yang disebabkan oleh perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, serta karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat.
5.      Selo Soemardjan, menyatakan bahwa perubahan sosial budaya adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosial budayanya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola-pola perilaku antarkelompok masyarakat.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan struktur sosial dan budaya akibat adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsurnya sehingga memunculkan suatu corak sosial budaya baru yang dianggap ideal.


                 Proses-proses perubahan sosial dan kebudayaan, antara lain:
1.      Penyesuaian Masyarakat  Terhadap Perubaha
Keserasian suatu masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Dalam keadaan demikian, individu secara psikologis merasakan akan adanya ketentraman karena tidak adanya pertentangan dalam  norma-norma dan nilai-nilai. Setiap kali terjadi gangguan terhadap keadaan keserasian, masyarakat dapat menolaknya atau mengubaah susunan lembaga-lembaga kemasyarakatannya dengan maksud menerima unsur yang baru. Apabila masyarakat tidak bisa menolaknya karena unsur baru tersebut tidak menimbulkan kegoncangan, pengaruhnya tetap ada, tetapi sifatnyya dangkal dan hanya terbatas pada bentuk luarnya. Norma-norma dan nilai sosial tidak akan terpengaruh olehnya dan  dapat berfungsi secara wajar.
Adakalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan secara bersamaan memengaruhi norma-norma dan nilai-nilai yang kemudian berpengaruh pada warga masyarakat.  Itu berarti adanya gangguan yang kontinu terhadap keserasian terhadap masyarakat. ke   adaan tersebut berart bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan diantara para warga tidak mempunyai saluran pemecahan. Apabila keserasian dapat dipulihkan kembali setelah terjadi suatu perubahan, keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya yang terjadi maka dinamakan ketidakpenyesuaian sosial (maladjustment). Penyesuaian dan lembaga-lembaga kemasyarakatan menunjuk pada keadaan, dimana masyarakat dapat berhasil menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan keadaan yang mengalami perubahan sosial dan kebudayaaan. Sementara itu penyesuaian usaha-usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah diubah atau di ganti agar terhindar dari disorrganisasi psikologis.
2.      Saluran-saluran Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Saluran-saluran perubahan sosial dan kebudayaan merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses perubahan. Umumnya saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya. Lembaga yang pada suatu waktu mendapatkan penilaian tertinggi dari masyarakat cenderung menjadi saluran utama perubahan sosial dan kebudayaan. Perubahan lembaga-lembaga kemayarakatan tersebut akan membawa akibat pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya karena lembaga kemasyarakatan merupakan suatu sistem yang terintegrasi.  Saluran tersebut berfungsi agar suatu perubahan dikenal, diterima, diakui, serta dipergunakan oleh khalayak ramai, atau mengalami proses intitusionalization (pelembagaan)

3.      Disorganisasi (Disintegrasi) Dan Reorganisasi (Reintegrasi)
Disorganisasi adalah suatu keadaan tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kebulatan. Misalnya dalam  masyarakat, agar dapat berfungsi sebagai organisasi, harus ada keserasian antarbagiannya. Disorganisasi tidak semata-mata terjadi karena pertentangan-pertentangan yang meruncing, ssperti misalnya peperangan, tetapi misalnya dapat pula disebabkan karena kemacetan lalu lintas.
 Disorganisasi tidak selalu menyangkut masalah moral, sebaliknya operbuatan yang immoral belum tentu merupakan disorganisasi.
Suatu disorganisasi atau disintegrasi mungkin dapat dirumuskan sebagai suatu proses berpudarnya norma-norna dan  nilai-nilai dalam masyarakat karena perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sementara itu reorganisasi atau reintegrasi adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.
Reorganisasi adalah proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai yang
baru agar sesuai dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengalami perubahan. Reorganisasi dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai yang baru telah melembaga (institusionalized)
b.      Suatu Gambaran Mengenai Disorganisasi dan Reorganisasi
Watak atau jiwa seseorang paling tidak merupakan pencerminan kebudayaan masyarakatnya. Misalnya saja pada masyarakat tradisional, aktifitas seseorang seppenuhnya berada di bawah kepentingan masyarakatnya. Segala sesuatu didasarkan pada tradisi dan setiap usaha untuk mengubah satu unsur saja. Struktur di anggap sesuatu yang suci, tak dapat di ubah-ubah dengan drastis dan berjaln lambat sekali. Perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat yang modern akan mengakibatkan pula perubahan dalam jiwa setiap anggota masyarakat itu.            Apabila disorganisasi berjalan dengan sangat cepat, misalnya karena meletusnya revolusi, maka mungkin akan timbul hal-hal yang sukar untuk dikendalikan. Dengan demikian reorganisasi tidak dapat terjadi dengan cepat karena terlebih dahulu harus menyesuaikan diri dengan masyarakat. Pada keadaan demikian dijumpai suatu anomie, yaitu suatu keadaan dimana tak ada pegangan terhadap apa yang baik dan apa yang buruk, sehingga anggota masyarakat tidak mampu mengukur tindakan-tindakannya.


c.       Dampak dan Solusi Perubahan Sosial Budaya
Setiap perubahan sosial budaya, entah itu dalam bentuk evolusi atau revolusi, perubahan dengan pengaruh kecil atau besar, maupun direncanakan atau tidak direncanakan, pasti akan membawa akibat-akibat atau dampak-dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif. Pengaruh perubahan sosial budaya terhadap kehidupan kemasyarakatan yang berdampak positif akan dapat melahirkan kondisi hidup yang integratif, sedangkan pengaruh negatif dari perubahan sosial budaya akan menciptakan kondisi hidup yang disintegratif.
·         Dampak Positif
-          Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
Perkembangan atau kemajuan IPTEK sebagai akibat positif dari perubahan sosial budaya dapat dirasakan di berbagai bidang kehidupan, misalnya bidang pendidikan. Dengan kemajuan IPTEK, diharapkan kualitas kehidupan manusia dapat meningkat.
-          Terciptanya lapangan pekerjaan
Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat bisa timbul karena modernisasi. Dampak positif dari hal ini adalah timbulnya industrialisasi di berbagai bidang kehidupan. Semakin banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi membuat industri-industri yang telah ada menjadi kesulitan memenuhi permintaan konsumen. Oleh karena itu, industri tersebut akan menambah jumlah karyawan, atau dengan mendirikan perusahaan baru. Dari sinilah kemudian akan muncul lapangan pekerjaan baru.
-          Terciptanya tenaga kerja professional
Dalam industrialisasi yang dilengkapi dengan teknologi mutakhir, tenaga kerja tidak hanya dituntut untuk mempunyai kecakapan, keterampilan, dan keahlian saja, tetapi tenaga kerja juga dituntut untuk memiliki sifat profesional dalam bekerja.
-          Meningkatnya efektivitas dan efisiensi kerja
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja.

·         Dampak Negatif
-          Kondisi disintegrasi
Disintegrasi msyarakat dapat terjadi karena adanya perubahan sosial budaya secara revolusi, tidak berfungsinya lembaga-lembaga yang ada, dan atau karena bentuk perubahan yang pengaruhnya besar.
Dalam perkembangan kehidupan masyarakat, masih banyak contoh terjadinya disintegrasi sebagai akibat dari perubahan sosial. Proses industrialisasi dalam berbagai bidang apabila tidak diikuti oleh penyikapan secara mental yang baik, maka akan menyebabkan berkembangnya mentalitas individualistik, materialistis, konsumerisme, dan hedonistik. Hal tersebut akan dapat menyebabkan terjadinya kondisi disintegrasi. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan memberikan  pendidikan yang mantap yang diberikan kepada masyarakat untuk mengahindari adanya sikap konsumerisme, materialistik, individualistik, dan hedonistik, dan mengadakan perencanaan (planning) untuk kedepan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang modern yang dapat berpikir secara ilmiah yang  luas dan menjunjung tinggi norma-norma sosial dalam masyarakat. 
-          Pergolakan daerah
Pergolakan daerah adalah konflik-konflik yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu untuk memperebutkan atau memperjuangkan kepentingan tertentu yang tidak lagi memperhatikan tatanan hidup yang berdasarkan nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Kepentingan tertentu itu dapat berupa saling memperebutkan kepentingan ekonomi (mata pencaharian), kepentingan ras atau suku, atau kepentingan yang berlatar belakang agama dan kekuasaan. Disamping itu, pergolakan di daerah dapat juga muncul sebagai akibat dari kesulitan politik dan kesalahan pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh pihak pemerintah pusat. Untuk mengatasi masalah pergolakan daerah  yang timbul akibat dari perubahan sosial budaya yakni dengan memperbaiki politik dan menanamkan sikap nasionalisme dan melarang etnosentrisme.
                                   






























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
1.      Perubahan sosial budaya adalah perubahan struktur sosial dan budaya akibat adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsurnya sehingga memunculkan suatu corak sosial budaya baru yang dianggap ideal.
2.      Penyesuaian dan lembaga-lembaga kemasyarakatan menunjuk pada keadaan dimana masyarakat dapat berhasil menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan keadaan yang mengalami perubahan sosial dan kebudayaaan
3.      Disorganisasi adalah suatu keadaan tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kebulatan. Misalnya dalam  masyarakat, agar dapat berfungsi sebagai organisasi, harus ada keserasian antarbagiannya.
4.      Dampak dan solusi perubahan sosial, dampak positif yang ditimbulkan dari adanya perubahan sosial budaya yaitu perkembangan di bidang IPTEK, terciptanya lapangan pekerjaan, terciptanya tenaga kerja profesional, dan meningkatnya efektivitas dan efisiensi kerja. Sedangkan dampak negatifnya adalah kondisi disintegrasi dan pergolakan daerah. Untuk mengatasi masalah disorganisasi dapat dilakukan dengan memberikan  pendidikan yang mantap yang diberikan kepada masyarakat untuk mengahindari adanya sikap konsumerisme, materialistik, individualistik, dan hedonistik, dan mengadakan perencanaan (planning) untuk kedepan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang modern yang dapat berpikir secara ilmiah yang  luas dan menjunjung tinggi norma-norma sosial dalam masyarakat. Masalah pergolakan daerah dapat di antisipasi dengan memperbaiki politik  dan menanamkan sikap nasionalisme dan melarang etnosentrisme.










LAMPIRAN

Daftar Pustaka:
Ø  Sajogyo, Pudjiwati. 1985. Sosiologi Pembangunan. Jakarta:
Ø  Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Makanan Khas Kebumen


Kebumen bukanlah suatu kota wisata kuliner, tetapi perlu diakui bahwa kebumen memiliki berbagai macam makanan khas yang  enak dan nikmat. Jika anda berkunjung ke Kebumen, jangan lupa untuk mencoba menikmati makanan dengan citarasa yang khas dan sulit didapatkan di daerah luar.
 Makanan-makanan tersebut diantaranya:
1.     Sate Ambal
Sate ambal merupakan sate yang banyak diproduksi di daerah Ambal (salah satu kecamatan di Kebumen). Sate ambal biasanya berbahan ayam dan kambing, jadi tidak perlu khawatir jika anda tidak menyukai daging kambing. Walaupun makanan khas ambal, namun anda tidak hanya dapat membelinya di Ambal, karena daerah-daerah lain di kebumen juga mulai memproduksinya. Hanya saja jika anda ingin menikmati cita rasa yang khas maka kunjungilah daerah kecamatan Ambal. Sate Ambal ini banyak dijajakan di sepanjang jalan kecamatan Ambal, khususnya jalan lingkar selatan yang menjadi lalu lintas jalur bus-bus besar menuju kota lain.
2.     Lanting
Lanting merupakan makanan berbahan dasar singkong (ubi kayu) yang dibuat camilan dengan aneka rasa. Jika dahulu rasanya masih original hanya asin saja tetapi saat ini sudah banyak inovasi dengan beraneka rasa, di antaranya rasa pedas, manis, jagung dan aneka rasa buah yang lain.   Bentuknyapun bermacam-macam, ada yang seperti angka 8 dan ada yang seperti lingkaran. Jika anda berkunjung ke kebumen belum lengkap jika belum membeli oleh-oleh lanting untuk dibawa pulang. Anda bisa membelinya dimanapun di daerah-daerah kebumen. Tidak perlu khawatir jika anda tidak sempat membelinya di toko-toko, karena biasanya di kereta dan bis juga banyak penjual yang menjajakan lanting kepada penumpang.
3.     Gembus / golak
Gembus atau golak adalah makanan yang terbuat dari singkong, rasanya mirip dengan lanting tetapi basah dan tidak kering seperti lanting.  
4.     Soto Ayam
Soto ayam sebenarnya bukanlah makanan khas kebumen, karena diberbagai tempat di Indonesia kita bisa menemukannya. Hanya saja yang menjadi ciri khas soto ayam di Kebumen adalah bahan-bahannya. Jika biasanya anda makan soto dengan nasi, maka di Kebumen anda hanya akan menemukan soto dengan lontong/ketupat.

TRANSPORTASI PUBLIK


TRANSPORTASI PUBLIK WARGA KEBUMEN SAAT INI
BENTOR  (BECAK MOTOR)
Becak motor atau yang lebih dikenal dengan “bentor” telah menjadi tren transportasi umum masyarakat Kebumen saat ini (bagi para penarik becak). Berawal dari inspirasi para tukang becak yang menginginkan untuk berkendara melayani para pelangganya secara cepat dan tidak terlalu menguras tenaga. Para tukang becak memadukan becaknya dengan tenaga mesin diesel agar bisa dikendarai tanpa harus mengontel tetapi cukup dengan tancap gas seperti sepeda motor atau kendaraan bermotor lainnya. “Ternyata hal ini sangat membantu mereka dalam menarik becak, bisa sampai ke tempat tujuan dengan cepat dan tenaga yang dikeluarkan tidak terlalu banyak” Ungkap salah satu tukang becak yang biasa mangkal di Pasar petanahan-Kebumen.
Walaupun  mereka harus kehilangan sebagian pendapatan karena harus membeli bahan bakar, tetapi hal iini tidak menghalangi mereka untuk mengubah becak yang belum bermesin menjadi becak yang bermesin.
Karena inovasi tersebut, kemajuan sedikit dirasakan oleh para penarik becak. Hal ini mengakibatkan peningkatan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi publik. Setidaknya telah meningkatkan eksistensi becak di masyarakat dan mengurangi polusi asap kendaraan bermotor, karena jika menggunakan becak maka akan lebih banyak yang bisa terangkut dalam sekali jalan. Peningkatan minat masyarakat untuk menggunakan jasa becak mengakibatkan pendapatan para penarik becak meningkat cukup tinggi. Jika dulu masyarakat enggan untuk naik becak karena untuk menuju tempat tujuan memerlukan waktu yang lama, maka sekarang alasan tidak memakai jasa becak mungkin karena gengsi atau malu.
Walaupun termasuk kendaraan bermotor tetapi sampai  saat ini belum ada upaya pemerintah untuk memberi aturan agar para pengendara becak motor tersebut memiliki identitas.  Misalnya saja jika pengendara sepeda motor memiliki SIM C, maka seharusnya pengendara becak motor juga harus memiliki SIM. Jika kendaraan bermesin lainnya terdapat lampu riting maka becak motor juga seharusnya memiliki lampu riting. Karena tidak jarang masyarakat yang mengeluh, termasuk saya saat berada di belakang becak motor, merasa bingung jika berada di tikungan sebenarnya becak motor tesebut akan belok ataukah tidak?. Hal ini kerap juga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas karena si sopir becak motor tersebut tidak memberi aba-aba saat hendak belok.


MUSEUM SUBAK-BALI


LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
MUSEUM SUBAK SANGGULAN TABANAN
BALI
Dosen Pengampu:
Terry Irenewaty, M.Hum


Disusun Oleh:
1.      Markhatun Sholikhah                          (10413244002)
2.      Muchamad Chayrul Umam                 (10413244007)
3.      Ummi N.                                             (10413244010)
4.      Deni Surya Ayuningtyas                     (10413244019)
5.      Rizki Petronaso                                   (10413244026)
6.      M. Azki Syafieq                                  (10413244030)
7.      Krissanto Kurniawan                          (10413244036)



Pendidikan Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 
2011
KATA PENGANTAR

                Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Kuliah Kerja Lapangan tentang Museum Subak Sanggulan Tabanan Bali.
Laporan ini kami buat dalam rangka untuk memenuhi dan melengkapi nilai tugas kami pada mata kuliah Kuliah Kerja Lapangan. Makalah ini membahas mengenai pariwisata budaya Museum Subak di bali dengan lebih menitikberatkan pada pesona yang membuat daya tarik para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, sehingga mempengaruhi interaksi antara warga lokal dengan wisatawan.
Tak lupa pula Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Terry Irenewaty, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini.
            Penyusun menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun.
            Semoga makalah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi para pembaca, khusunya untuk kami pribadi selaku tim penyusun.
                                                                                                                     
                                                                                                Yogyakarta, 16 Desember 2011







BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Pulau Bali merupakan pulau yang terletak diantara Pulau Jawa dan Pulau Nusa Tenggara. Sebagai sebuah pulau yang tidak terlalu besar, Bali menyimpan sejuta kebudayaan yang unik. Pulau Bali sering dijadikan obyek pariwisata baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Salah satu yang unik adalah adanya sistem pertanian yang dikenal dengan Sistem Subak.
Keberadaan subak sebagai organisasi pertanian mempunyai makna yang luar biasa bagi para petani di Bali. Namun, kini ada pergeseran dari sektor pertanian ke sektor pariwisata. Hal inilah yang menyebabkan rasa bangga menjadi petani menjadi pudar. Maka untukmenjaga pelestarian sistem ini, pemerintah membangun sebuah museum subak yang berisi tentang peralatan dan cara menanam para petani di Bali yang sudah ada sejak tahun 896 M.
Kemudian yang kedua adalah adanya proses globalisasi yang menyebabkan perubahan sosial budaya di masyarakat subak. Globalisasi terjadi secara mendunia dalam berbagai bidang, tidak terkecuali bidang pertanian. Dalam laporan ini akan dibahas mengenai perubahan sosial budaya di masyarakat subak.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana sistem Subak di Bali?
2.      Bagaimana organisasi di Subak?
3.      Bagaimana perubahan sosial budaya di Subak?
4.      Bagaimana sejarah museum Subak?

C.     TUJUAN
1.      Mengetahui sistem Subak di Bali
2.      Mengetahui organisasi Subak
3.      Mengetahui perubahan sosial budaya di Subak
4.      Mengetahui tentang sejarah museum subak


BAB II
PEMBAHASAN
A.    SISTEM SUBAK DI BALI
Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Mereka tinggal di pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu diantaranya adalah Pulau Bali.
            Masyarakat Bali sebagian hidup dari bercocok tanam. Baik yang bercocok tanam di ladang, maupun yang bercocok tanam di sawah. Jenis tanaman yang ditanampun bermacam-macam. Ada yang bertanam padi, palawija, buah-buahan, bahkan ada pula yang menananm cengkeh, vanili, coklat, kopi, kelapa, dan lain-lain.
            Masyarakat Bali mengenal organisasi pengairan yang disebut Subak. Subak adalah kesatuan dari pemilik atau penggarap sawah yang menerima air irigasinya dari satu sumber atau bendungan tertentu. Karena pertanian di Bali mengenal tradisi basah dan tradisi kering, maka Subak juga dikenal dua yaitu subak tanah basah dan subak abian(tanah kering).
            Subak adalah suatu masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Lingkungan topografi dan kondisi sungai-sungai di Bali yang curam menyebabkan sumber air untuk suatu komplek persawahan petani umumnya cukup jauh. Kadang-kadang untuk menyalurkan air ke sebuah kompleks sawah, mereka harus membuat terowongan menembus bukit cadas.
      Subak Bali didasarkan atas filosofi Tri Hita Karana, dapat dipandang sebagai suatu sistem, karena subak mengandung tiga komponen yaitu:
a.       Parahyangan    : hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan yang Maha Esa.
b.      Pawongan       : hubungan yang harmonis manusia dengan manusia itu sendiri.
c.       Palemahan       : hubungan yang harmonis antara manusi dengan lingkunga    alamnya.
            Subak dipimpin oleh seorang Kelian Subak atau Pakaseh yang mengoordinasi pengelolaan air berdasarkan tata tertib (awig-awig) yang disusun secara egaliter. Saat irigasi berjalan baik, mereka menikmati kecukupan air bersama-sama. Sebaliknya, pada saat air irigasi sangat kecil, merekaakan mendapat air yang terbatas secara bersama-sama. Waktu tanam ditetapkan dalam sebuah kurun waktu tertentu. Umumnya, ditetapkan dalam rentang waktu dua minggu. Petani yang melanggar akan dikenakan sanksi
            Untuk memperoleh penggunaan air yang optimal dan merata, air yang berlebihan dapat dibuang melalui saluran drainasi yang tersedia pada setiap komplek sawah milik petani. Sementara itu, untuk mengatasi masalah kekurangan air yang tidak terduga, mereka melakukannya dengan cara-cara seperti:
-          Saling pinjam meminjam air irigasi antar anggota subak dalam satu subak atau antar subak yang sistemnya terkait.
-          Melakukan sistem pelampias,yakni kebijakan untukmemberikan tambahan air untuk lahan sawah yang berada di hilir. Jumlah tambahan air ditentukan dengan kesepakatan bersama.
-          Melakukan sistem pengurasan porsi air yang harus diberikan pada suatu komplek sawah milik petani tertentu, bila sawah tersebut telah mendapatkan tirisan air dari suatu kawasan tertentu di sekitarnya.
Jika debit air irigasi sedang kecil, petani anggota subak tidak dibolehkan ke sawah pada malam hari, pengaturan air diserahkan kepada pengurus subak. Dengan demikian distribusi air berjalan dengan adil.
Sistem irigasi di subak umumnya terdiri dari 4 (empat) unsur fungsional pokok meliputi:
1.      Bangunan utama, berupa bangunan pengambilan yang terletak pada sumber air.
2.      Jaringan pembawa, berupa saluran pembawa yang berfungsi menyalurkan air irigasi dari sumbernya sampai ke petak sawah yang memerlukan.
3.      Kumpulan petakan sawah sesuai topografi dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan air secara kolektif.
4.      Sistem pembuangan, adalah saluran air alami atau buatan yang terletakdi luar wilayah irigasi subak untuk membuang kelebihan air.
Jaringan irigasi bila diurut dari sumber air terdiri dari:
a.       Empelan (empangan)
b.      Buka/Bungas
c.       Aungan (terowongan)
d.      Telabah gede (saluran primer)
e.       Telabah pemaron (saluran sekunder)
f.       Telabah alit (saluran tersier)
g.      Telabah cerik (saluran ranting)
h.      Telabah penyahcah (tali kunda) dibeberapa tempat dikenal dengan istilah:
                                                                                                              i.      Penasan untuk 10 bagian
                                                                                                            ii.      Panca untuk 5 bagian
                                                                                                          iii.      Pamijian untuk sendiri ( 1 bagian)
Bangunan bagi terbuat dari batang kelapa dengan dasar ambang rata-rata lebar proporsional sesuai dengan luas dan kesepakatan seperti :
a.       Bangunan bagi utama / temuku uya
b.      Bangunan bagi sekunder / temuku pemaron
c.       Bangunan bagi tersier / temuku alit
d.      Pembagian tiap petak / tektek
Selain itu juga mempunyai bangunan pelengkap, seperti:
a.       Penguras (pengutangan)
b.      Pepiuh (pelimpah samping)
c.       Petaku (bangunan terjun)
d.      Talang (abangan)
e.       Jengkuwung (gorong-gorong)
f.       Keluwung (urung-urung)
g.      Titi (jembatan)
h.      Telepus (syphon)
i.        Terjunan (pekiyuh)
Satuan dasar pembagian air sampai ke petakan sawah bagi subak ialah tektek yaitu bahasa Bali yang artinya cecah atau ukuran lebar suatu alat pembagian air yang dibuat dari batang kayu yang mempunyai alur akibat dicecah. Alat pembagian air ini disebut tembuku yang dapat dianggap sebagai sekat ukur, tetapi dalam bentuk yang sederhana.
Sesukat sawah atau sebidang sawah memperoleh pembagian satu tektek bila sawah itu menggunakan bibit satu tenah. Tenah adalah ukuran padi yang beratnya kuarang lebih 25 – 30 kg.
Upacara keagamaan yang dilakukan oleh anggota subak pada garis besarnya dapat dibagi dua yaitu upacara yang dilakukan secara perseorangan dan upacara yang dilakukan oleh kelompok (tempek atau subak).
Upacara keagamaan yang dilakukan oleh para petani secara perseorangan adalah:
a.       Ngendangin          : Mulai melakukan pencangkulan pertama.
b.      Ngawiwit              :. Dilaksanakan pada waktu petani menabur benih di pembibitan.
c.       Mamula/Nandur    : Dilaksanakan pada saat menanam
d.      Neduh, dilakukan pada saat padi berumur satu bulan dengan harapan agar padi tidak diserang hamma penyakit.
e.       Biukukung : dilakukan pada saat menjelang panen.
f.       Nyangket: dilakukan pada saat padi disimpan dilumbung atau tempat lainnya sebelum padi diolah menjadi beras untuk pertama kalinya.
Pada tingkat tempek upacara yang dilakukan antara lain:
a.       Upacara mapag toya , dilakukan didekat bendungan menjelang pengolahan tanah.
b.      Upacara Nyaeb / Mecaru, dilakukan agar padi tidak diserang hama penyakit.
c.       Upacara ngusaba: dilakukan menjelang panen.

Adapun upacara / kegiatan lain yang harus juga dilakukan oleh para petani adalah berupa:
-          Nyepi di Sawah : Sebagai simbolis pembersih buana agung dan buana alit yang nantinya akan menghasilkan keseimbangan di dalam kehidupan manusia.
-          Nangkluk merana : merupakan suau ritual dalam rangka menolak hama yang ada disawah dengan melaksanakan suatu upacara yang berkaitan dengan pura yang mempunyai hubungan dengan penguasa hama.
Berdasarkan pendapatan / inventarisasi terhadap keberadaan subak di bali, maka jumlah  subah di Bali pada akhir tahun 2010 tercatat sebanyak 1.602 subak dengan luas areal persawahan seluruhnya 86.911.047 ha.
Di lingkungan subak terdapat pura-pura antara lain:
a.       Pura Bedugul (dibangun pada setiap tempat pembagian air dan bendungan)
b.      Pura Masceti yan dibangun dalam wilayah subak di mana subak itu berada.
c.       Pura Ulun Suwi (dibangun pada setiap wilayah Subak atau beberapa subak yang mempunyai sumber air yang sama)
d.      Pura UlunDanu (tempatnya pada keempat danau Bali yaitu, danau Beretan, danau Buyan, danau Tamblingan dan danau Batur).

B.     ORGANISASI DI SUBAK
a.       Anggota Subak adalah orang yang mempunyai sawah dan mendapatkan air, yang dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
1)      Anggota aktif: anggota subak yang wajib akif dalam segala kegiatan Subak seperti Krama Pekaseh, Sekaa Yeh atau Sekaa Subak.
2)      Anggota tidak aktif: anggota yang mengganti kewajibannya dengan uang yang disebut “pengohot” atau “pengampel”.
3)      Anggota Luput: anggota yang tidak bisa aktif dalam segala kegiatan subak karena mempunyai tugas penting seperti: Bendesa adat, Sulinggih atau Pemangku.
b.      Penjuru/pengurus Subak terdiri dari:
1)      Pekaseh/kelian subak
2)      Pangliman/Petajuh
3)      Penyarikan/Juru Tulis
4)      Petengen/Juru Raksa
5)      Saya/Juru arah/Juru tibak/kasioman
6)      Pemangku/urusan keagamaan
c.       Sekaa dalam Subak
1)      Sekaa Numbeg                        : dalam hal pengolahan tanah
2)      Sekaa jelinjingan                     : pengelolaan air
3)      Sekaa Sambang                       : Pengawasan air dari kecurian
4)      Sekaaa Mamulih/nandur         : dalam hal penanaman padi
5)      Sekaa Majukut                        : menyiangi padi
6)      Sekaa manyi                            :menuai/memotong/ngetam padi
Sekarang sesuai dengan perkembangan teknologi terdapat pula:
1)      Pemberantas hama : sebagai peningkatan efektifitas sekaa/sambang
2)      Hendraktor yang disewakan sebagai pengganti sekaa numbeg.

PARUMAN SUBAK
(Forum Musyawarah Subak)
STRUKTUR ORGANISASI SUBAK

JURU TULIS/SEKRETARIS
JURU ARAH/SAYA/KESINOMAN
PEKASEH/KELIHAN SUBAK
KETUA SUBAK
JURU RAKSA
(BENDAHARA)
KELIHAN (KETUA)
TEMPEK/MUNDUL/LANYAHAN
ANGGOTA (KRAMA)
SUBAK
 













Pelaksanaan Organisasi Subak
a.       Sekaa/sambang
Subak sebagai organisasi yang otonomi berhak mengurus rumah tangganya sendiri dan dapat menetapkan awig-awig. Awig-awig adalah suatu hukuman berat hukum tertulis yang memuat seperangkat kaedah-kaedah sebagai pedoman bertingkah laku dalam masyarakat petani. Di dalamnya terdapat hak dan kewajiban anggotanya serta sanksi atas pelanggaran hak dan kewajiban yang berupa dedosan atau densa. Sanksi-sanksi yang dilaksanakan secara tegas dan nyata termuat dalam ketentuan pokok saja sedangkan ketentuan detail dimuat dalam perarem sebagai  pelaksanaan awig-awig subak. Isi pokok awig-awig mengatur hubungan antara manusia dengan manusia (tata pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (tata palemahan).
b.      Hak anggota Subak yaitu:
1.      Mendapat bagian air secara adil
2.      Memilih dan dipilih menjadi pengurus
3.      Mengeluarkan pendapat dan usul dalam rapat
4.      Melaporkan pelanggaran-pelanggaran kepada pengurus,
5.      Mendapat pelayanan dan pelakuan yang adil dari subak.
c.       Kewajiban anggota Subak dibedakan menjadi 3 bidang mperbaiki bangunan sera meyaitu:
1)      Bidang fisik meliputi:
-          Membuat, memelihara serta memperbaiki bangunan-bangunan pengairan termasuk saluran air irigasi.
-          Membuat, memelihara serta memperbaiki bangunan lainnya seperti jalan subak, bangunan tempat upacara keagamaan.
2)      Bidang Sosial dan ekonomi meliputi:
-          Mentaati dan melaksanakan peraturan-peraturan subak serta keputusan-keputusan yang diambil waktu rapat.
-          Menjalankan segala perintah pengurus berdasarkan peraturan yang berlaku.
-          Menghadiri rapat anggota.
-          Memelihara kelancaran pembagian air,
-          Membayar denda, iuran, dan pungutan lainnya menurut keputusa rapat.
-          Melaksanakan intruksi dari pemerintah yang disalurkan lewat subak seperti penanaman benih unggul, pemberantasan hama / penyakit dan lain-lain.
3)      Bidang keagamaan meliputi:
– melakukan upacara keagamaan misalnya melakukan upacara mapag toya, upacara nyugsus, upacara ngusaba, dan upacara-upacara lainnya.
RAPAT SUBAK
Rapat subak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu rapat pengurus yang hanya dihadiri oleh pengurus, dan rapat anggota. Hal-hal yang dibicarakan dalam rapat pengurus biasanya hal-hal yang menyangkut tugas dan kewajiban dari pengurus itu sendiri atau hal-hal yang sifatnya mendesak, tetapi hanya cukup dihadiri oleh pengurus saja.
Rapat anggota juga dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu yang bersifat rutin dan yang bersifat khusus. Rapat rutin diadakan setiap sebulan sekali. Adapun hal-hal yang dibicarakan antara lain:
-          Menentukan pungutan iuran/dana untuk rencana yang ditentukan atau akan dilaksanakan
-          Masalah awig-awig subak
-          Masalah pola tanaman yang akan datang
-          Menentukan lokasi gotong royong


C.    PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA DI SUBAK
Subak sebagai lembaga tradisional yang bersifat sosio-agraris-religius, yang sudah membudaya dan dikenal di seluruh pelosok dunia bahkan disebut sebagai salah satu organisasi petani pemakai air paling canggih di seluruh dunia, dalam perjalanan waktu dari generasi satu ke genersi yang lainnya melalui situasi dan kondisi yang berbeda-beda tentunya sudah mengalami beberapa reformasi secara alami sesuai dengan perkembangan jaman.
Masyarakat petani di Bali dengan lembaga tradisionalnya, yaitu subak, sebenarnya telah memiliki benih-benih modernisasi dalam diri mereka sendiri. Sektor pertanian memegang peranan yang sangat penting dalam laju pertumbuhan ekonomi di Bali, di sini terlihat bahwa terjadi perpaduan yang harmonis antara unsur tradisional dengan unsur modern sehingga membawa dampak terhadap kemajuan serta memberikan kesejahteraan kepada masyarakat lain secara maksimal.
Kontak budaya adanya penemuan teknologi baru, kebutuhan manusia yang tidak terbatas, dan alam dimana manusia hidup yang sebenarnya berubah, merupakan faktor-faktor yang dapat menentukan terjadinya reformasi tersebut. Namun demikian, pola-pola yang telah ada pada subak sejak zaman dulu tidak diabaikan, tetapi yang ditonjolkan adalah variasi yang sangat tergantung pada konteksnya.
Seiring dengan berubahnya zaman, perubahan perubahan juga terjadi di dalam masyarakat subak. Perubahan sosial budaya masyarakat subak berkembang ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Peralatan akan cepat berganti dan semakin modern sehingga akan sulit dilacak dan dihimpun kembali peralatan yang tradisional. Misalnya saja saat membajak sawah. Dahulu mereka menggunakan kerbau untuk membajak sawah. Dengan majunya teknologi sekarang ini, membajak sawah bisa dilakukan dengan traktor. Akan tetapi, walaupun sudah ada kemajuan teknologi dibidang pertanian, masyarakat subak tetap memegang teguh apa yang sudah ditetapkan oleh para pendahulu. Masyarakat subak juga tidak menutup diri atas perkembangan zaman dan kemajuan teknologi di bidang pertanian. Kemudian tentang pembagian irigasi air. Dengan majunya ilmu pengetahuan, pemerintah membangun bendungan yang akan membagi air di masyarakat subak. Hal ini dapat membantu pembagian air di mfasyarakat. Kemudian masyarakat dalam membagi air tersebut selain dibantu oleh bendungan, juga masih menggunakan cara tradisional yang masih dipertahankan.
Selain itu, adanya revolusi hijau di era globalisasi ini telah menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem pertanian di Indonesia, terutama di masyarakat subak. Dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Hal itu sangatlah berbeda dengan sistem subak yang diterapkan oleh para petani di Pulau Bali yang dimana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan padi yang lebih melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Kemudian pada zaman sekarang, banyak masalah yang menerjang eksistensi subak di Pulau Bali. Dan salah satunya ialah organisasi subak ataupun lahan pertanian mengalami ancaman kepunahan karena terjadinya pengalihan fungsi lahan menjadi areal nonpertanian seperti perumahan, hotel dsb.

D.    SEJARAH MUSEUM SUBAK
Museum Subak terletak di desa Sanggulan kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, Bali, didirikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali dan diresmikan tanggal 13 oktober 1981.Subak telah ada sejak abad XI dan berkembang hingga sekarang.Subak merupakan organisasi yang mandiri yang didasarkan atas dasar filsafat yang kekal yaitu “Tri Hita Karana”, tiga penyebab kebahagiaan (yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam).

Tujuan Didirikannya Museum Subak
Adapun tujuan didirikannya Museum Subak adalah sebagai berikut:
a.       Menggali dan menghimpun berbagai benda dan data yang berkaitan dengan subak, termasuk yang mempunyai nilai sejarah serta menyuguhkan berbagai sarana study / penelitian.
b.      Menyelamatkan, mengamankan, dan memelihara berbagai benda yang berkaitan dengan subak.
c.       Menyuguhkan berbagai informasi dan dokumentasi serta merupakan media pendidikan tentang subak.
d.      Tempat rekreasi/ obyek pariwisata.

Fasilitas Museum Subak
Museum subak merupakan Museum Khusus, tentang sistem pertanian Bali yang dikenal dengan nama Subak dengan bangunan Museum Induk dan Museum Terbuka.
Museum Induk terdiri dari:
1.      Bangunan atau komplek suci dengan Padmasana, Bedugul dan lainnya. Tata ruang dan tata letak dari bangunan-bangunan dimaksud disesuaikan dengan lingkungan disekitarnya dengan mengikuti pola pembangunan tradisional : Tri Mandala, Tri Angga, dan asta Kosala Kosali.
2.      Bangunan Utama terdiri dari dua gedung, yaitu:
-          Gedung administrasi yang merupakan pusat informasi dan perpustakaan.
-          Gedung Pameran. Barang yang dipamerkan, dipajangkan di Museum Subak menyangkut barang/alat pertanian yang digunakan oleh para petani didalam mengerjakan sawahnya yang meliputi proses: Parahyangan, Pawongan, dan palemahan yang sangat erat kaitannya dengan kegiatan/aktivitas di Subak.
Museum Terbuka yang diwujudkan sebagai “Subak Mini” yang dipakai sebagai peragaan kegiatan Subak mulai dari sistem irigasi sampai proses kegiatan di sawah.

Jam kunjungan Museum:
Hari Senin s/d Minggu : Jam 08.00-16.30 Wita
Kecuali hari jumat : jam 08.00-12.30 wita.
Hari minggu dan libur resmi tutup dengan catatan masih diterima sepanjang ada pemberitahuan sebelumnya.























BAB II
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Subak adalah suatu masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah.
2.      Sama seperti halnya sebuah organisasi, organisasi di subak juga terdapat struktur yang mempunyai peran yang berbeda sesuai dengan jabatan yang diterima.
3.      Kontak budaya adanya penemuan teknologi baru, kebutuhan manusia yang tidak terbatas, dan alam dimana manusia hidup yang sebenarnya berubah, merupakan faktor-faktor yang dapat menentukan terjadinya reformasi tersebut. Namun demikian, pola-pola yang telah ada pada subak sejak zaman dulu tidak diabaikan, tetapi yang ditonjolkan adalah variasi yang sangat tergantung pada konteksnya.
4.      Demi menjaga kelestarian sistem subak, maka dibangun museum yang berfungsi untuk menyimpan barang-barang yang digunakan dalam sistem subak agar tidak rusak dan punah.

B.     SARAN
1.      Dalam pelaksanaan KKL terutama di museum subak, agar mahasiswa dapat melihat langsung mengenai sistem subak yang diterapkan.
2.      Dosen pembimbing lebih komunikatif terhadap mahasiswa agar mahasiswa mengetahui apa yang akan dilaporkan.
3.      Mahasiswa harus lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan laporan.











DAFTAR PUSTAKA
Museum Subak. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tabanan Bali
Manan, Faridja Novari,Sindu Galba. 1989. Sistem Subak Di Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan